Wednesday 11 November 2015

Tepatkah Menghibur Anak dengan Smartphone?

 

Keberadaan smartphone di tengah keluarga saat ini sudah menjadi hal yang biasa. Smartphone yang memanjakan kita dengan segala informasi dan fiturnya terasa seakan membuat hidup semakin mudah. Sudah tak aneh lagi kalau sekarang banyak kita jumpai anak-anak kecil yang lebih mahir menggunakan smartphone dibandingkan orang dewasa. 

Seringkali orang tua merasa kerepotan dengan anak yang aktif atau anak yang rewel. Padahal pekerjaan sudah menumpuk menunggu untuk diselesaikan. Biasanya orang tua akan memberi segala yang diinginkan anak agar mau diam dan tidak mengganggu pekerjaan mereka. Smartphone dengan segala kemudahannya mampu memberikan solusi bagi orang tua karena mudahnya mengakses video/lagu untuk anak-anak. Kemudahan itulah yang menjadi salah satu cara ampuh untuk menenangkan anak sekaligus menyelesaikan masalah bagi mereka.

Sepintas memang terlihat begitu mudah, anak menjadi tenang dan orang tua pun bisa beristirahat sejenak atau menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Tapi taukah anda, anak anda berada dalam masalah besar? 

Seorang psikiater dan praktisi pendidikan di Korea Selatan banyak menemukan kasus di kliniknya akibat penggunaan perangkat digital sejak dini. Salah satu kasus yang ia temui adalah kisah tentang seorang anak perempuan yang emosional. Seorang anak perempuan kelas 5 SD memiliki kelemahan untuk mengontrol emosinya dengan baik. Ia bisa memecahkan lampu saat bertengkar dengan adiknya, melempar pot bunga ke gurunya ketika dibangunkan saat pelajaran berlangsung dan memaki-maki histeris kepada kedua orang tuanya. 

Saat ia dalam keadaan emosional, orang tuanya pun berkata :
"Memangnya boleh marah-marah seperti itu?"
"Memangnya salah?" jawab sang anak
"Kalau kamu seperti itu, keluarga dan teman-temanmu tidak akan ada yang menyukaimu"
"Iya. Mereka bilang aku aneh. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak masalah kalau tidak punya keluarga dan teman"
"Kamu akan kesepian kalau tidak ada yang menemanimu"
"Kesepian itu apa ya?Oh, bosan ya? Aku tidak pernah merasa bosan karena aku sibuk main game dan chatting, Justru aku tidak suka kalau diatur-atur"
"Kesepian dan bosan itu sama sekali berbeda"
"Apanya yang berbeda? Itu sama saja"

Dalam sesi konseling dengan psikiater, anak perempuan itu terus sibuk bermain dan mengecek smartphone . Ia menganggap bahwa orang-orang di sekelilingnya hanya menjadi pengganggu di saat ia asyik bermain di depan ponsel. Bahkan ia meminta sang psikiater untuk menyudahi pertemuan itu dan mengobrolnya lewat KakaoTalk saja. 

Hal itu pun terjadi di rumahnya, saat ada yang ingin dibicarakan oleh ibunya ia hanya ingin dihubungi lewat KakaoTalk. Karena ia merasa lebih nyaman ketika berbicara lewat ponsel dibandingkan bertemu langsung dengan sang ibu, padahal mereka tinggal dalam 1 rumah. 

Sang psikiater pun menggali informasi dari kedua orang tuanya tentang bagaimana masa kecil sang anak itu.  Ternyata sang orang tua selalu memberikan smartphone setiap kali sang anak merengek, bosan atau rewel. Tanpa disadari hal itu menjadi bumerang bagi kedua orang tuanya, anak itu begitu ketergantungan perangkat digital sehingga menjadi sangat emosional, tidak sabaran dan agresif saat berada di situasi yang membuatnya tidak nyaman. 

Semenjak kecil orang tuanyalah yang tanpa sadar membuatnya merasa lebih nyaman berinteraksi dan menghabiskan waktu dengan perangkat digital dibandingkan berkumpul bersama orang sekitarnya.

Apakah kita rela kehilangan anak-anak kita padahal mereka masih disisi kita saat ini? Ataukah kita menginginkan kehidupan yang harmonis dengan anak-anak kita? Semua ini tergantung pilihan kita, karena kita yang menentukannya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

No comments:

Post a Comment